altIndonesia adalah negara dengan pengguna Facebook nomor 4 dan Twitter nomor 5 di dunia.
Bangga? Seharusnya biasa saja. Indonesia adalah negara nomor 4 terbesar di dunia, jadi sudah sewajarnya kita berada di posisi itu. Namun fakta itu juga mengindikasikan, pengguna internet Indonesia memiliki jumlah yang luar biasa dan seharusnya menjadi modal bagi bangsa ini untuk berkembang di ekonomi berbasis digital.
Sayangnya, fakta lain menunjukkan, Indonesia saat ini masih jadi “penikmat” di ekonomi digital. Jika melihat data Alexa, hanya dua situs (Kaskus dan Detik) yang masuk 10 besar situs paling populer di Indonesia—itu pun di urutan 7 dan 8. Lima besar situs terpopuler Indonesia adalah produk luar, yaitu Google, Facebook, Blogspot, Youtube, dan Yahoo!. Jika kita perluas lingkup ke aplikasi mobile, hasilnya lebih mengenaskan lagi. Dari sepuluh aplikasi paling populer di iOS dan Android di Indonesia, tidak ada satupun aplikasi lokal yang ada di sana. Dengan kata lain, nilai ekonomi pengguna internet Indonesia lebih banyak dinikmati perusahaan luar.
Fakta itulah yang mendorong IT Media Kompas Gramedia yang terdiri dari Chip, PCplus, Forsel, dan Sinyal untuk menyelenggarakan acara bertajuk Pengembangan Aplikasi dan Konten Lokal. Pada acara tersebut, semua pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah, pembuat konten, dan industri operator, bertemu dan membicarakan strategi bagaimana menjadikan aplikasi dan konten lokal berhasil menembus dominasi asing. "Kami berharap dengan diskusi ini kita mendapat jalan keluar dari jebakan arus konsumerisme yang sudah menyusup ke dalam dunia digital melalui aplikasi dan layanan” ungkap Arief Adriyanto, Deputy General Manager IT Media, Kompas Gramedia.
Semua pihak sepakat untuk membesarkan kekuatan digital Indonesia. “Bangsa kita kaya talenta, menjadi primadona yang dilirik banyak pihak, demikian juga pasarnya,” ungkap Lolly Amalia Abdullah, MSc., Direktur Kerjasama dan Fasilitasi Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Media, Desain, dan IPTEK, Kemenparekraf. Karena itu, kita seharusnya bisa menjadi kekuatan besar di ranah digital. Hal serupa pun dikemukakan Ashwin Sasongko, Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo. “Setelah kita bangun infrastruktur telekomunikasi, maka sekarang harus mengisinya dengan aplikasi konten lokal,” ungkap Ashwin.
Akan tetapi, tantangannya memang tidak mudah. William Tanujaya dari Tokopedia, misalnya, mengeluhkan mimimnya dukungan institusi keuangan terhadap industri digital. Sementara Danny Oei Wirianto, pendiri layanan MindTalk, menganggap pemerintah tidak bersikap adil terhadap industri lokal. “Kita tiap bulan membayar pajak, namun pemerintah justru mendahulukan kepentingan perusahaan luar dibanding kita” keluh Danny.
Meski belum menghasilkan strategi yang konkret, acara ini telah membuka pintu komunikasi yang selama ini tersumbat. Semua pihak pun sepakat bertemu kembali untuk bisa merumuskan strategi yang tepat demi kemajuan industri lokal Indonesia.
Maju terus konten lokal!


CATEGORIES

SHARETHIS

...................................................................................................

 
Return to top of page Copyright © 2013 | PEDOGITY Converted into Blogger Template by hudant